E-commerce di Indonesia
Perkembangan teknologi telekomunikasi dan komputer menyebabkan terjadinya perubahan kultur kita sehari – hari. Dalam era yang disebut “Information age” ini, media eleltronik menjadi salah satu media andalan untuk melakukan komunikasi dan bisnis. E-commerce merupakan extension dari commerce dengan mengeksploitasi media elektronik. Meskipun penggunaan media elektronik ini belum dimengerti, akan tetapi desakan bisnis menyebabkan para pelaku bisbis harus menggunakan media elektronik ini. Sebagai contoh, usaha bisnis harus memiliki web site. Kepemilikan web site ini menentukan kredibilitas dari perusahaan, hampir sama dengan kepemilikan telepon bagi sebuah usaha bisnis. Desakan – desakan yang memaksa aplikasi e-commerce dalam dunia bisnis berupa konsep globalisasi yang semakin terintegrasi di seluruh dunia yang menimbulkan persaingan bisnis dan semakin tajamnya kapitalisme.
Tentang aplikasi e-commerce juga dipengaruhi oleh bagaimana sebuah wilayah membangun jaringan internet yaitu infrastruktur teknologi informasi, hal ini mengacu pada kemudahan – kemudahan yang akan didapatkan konsumen dan produsen atau penjual dalam melakukan bentuk perdagangan melalui media elektronik yang pada akhirnya akan menimbulkan suatu paradigma bahwa aktivitas perdagangan dengan menggunakan media elektronik (internet), e-commerce, akan lebih mudah dibandingkan dengan metode perdagangan atau jual beli secara langsung. Dengan asumsi tersebut dapat kita ambil suatu kesimpulan yang sifatnya korelatif (timbal balik) mengenai adanya keterkaitan antara infrastruktur teknologi informasi dan aplikasi e-commerce yakni semakin baik infrastruktur yang dibangun maka aplikasi e-commerce juga semakin meningkat. Di lain pihak desakan konsep global yang kemudian mempengaruhi budaya dan perilaku perdagangan adalah faktor lain yang juga mempengaruhi tingkat aplikasi e-commerce tetapi infrastruktur teknologi informasi memang menjadi faktor utama yang berpengaruh terhadap perkembangan e-commerce, selain faktor – faktor lain yang mempengaruhi perkembangan e-commerce itu sendiri. Perkembangan e-commerce di Indonesia, katanya, belum di aplikasikan secara merata. Maksudnya adalah penggunaan e-commerce dilakukan oleh beberapa pihak atau kalangan saja yang memang terimplikasi oleh desakan – desakan berbagai kepentingan untuk memperlancar kegiatan perdagangan atau bisnis. Masyarakat di Indonesia secara umum belum mengarah pada “e-commerce minded” karna mengacu pada prosentase transaksi jual beli barang – barang kebutuhan dengan menggunakan media elektronik ternyata masih sangat rendah. Hal ini disebabkan selain permasalahan infrastruktur, permasalahan budaya memiliki ekstensi berupa kepercayaan, sistem hukum dan birokrasi jual beli yang dianggap rumit sebagai faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan aplikasi e-commerce oleh masyarakat Indonesia. Kembali ke fokus hubungan antara infrastruktur dan perkembangan e-commerce, kini pembangunan infrastruktur internet di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan salah satunya adalah dibangunnya jaringan kabel sideroptic yang merupakan media dengan akses tercepat dalam hal jaringan teknologi informasi atau pengiriman data.
Dengan dukungan infrastruktur yang baik yang diarahkan pada upaya pengaplikasian e-commerce sebagai metode perdagangan baru maka dalam kajian e-commerce ini akan memberikan beberapa peluang. Diantaranya :
Ø Generasi muda Indonesia cepat menyesuaikan diri.
Ø Tingkat pendidikan terus meningkat.
Ø Meningkatnya kesadaran bahwa e-commerce/internet dapat membuka pasar dan jasa baru, meningkatkan efisiensi, dan memotong birokrasi.
Ø Mulai dipikirkannya perangkat hukum yang mendukung berkembangnya e-commerce dan internet.
Untuk menjalankan e-commerce, dibutuhkan tingkat keamanan yang dapat diterima. Salah satu cara untuk meningkatkan keamanan adalah dengan menggunakan teknologi kriptografi, yaitu antara lain dengan menggunakan enkripsi untuk mengacak data. Salah satu metode yang mulai umum digunakan adalah pengamanan informasi dengan menggunakan public key system. Sistem lain yang bisa digunakan adalah private key system. Infrastruktur yang dibentuk oleh sistem pubilc key ini disebut Public Key Infrastructure (PKI), atau Infratsruktur Kunci Publik (IKP), dimana kunci publik dapat dikelola untuk penggunaan yang tersebar (di seluruh dunia).
Tentang aplikasi e-commerce juga dipengaruhi oleh bagaimana sebuah wilayah membangun jaringan internet yaitu infrastruktur teknologi informasi, hal ini mengacu pada kemudahan – kemudahan yang akan didapatkan konsumen dan produsen atau penjual dalam melakukan bentuk perdagangan melalui media elektronik yang pada akhirnya akan menimbulkan suatu paradigma bahwa aktivitas perdagangan dengan menggunakan media elektronik (internet), e-commerce, akan lebih mudah dibandingkan dengan metode perdagangan atau jual beli secara langsung. Dengan asumsi tersebut dapat kita ambil suatu kesimpulan yang sifatnya korelatif (timbal balik) mengenai adanya keterkaitan antara infrastruktur teknologi informasi dan aplikasi e-commerce yakni semakin baik infrastruktur yang dibangun maka aplikasi e-commerce juga semakin meningkat. Di lain pihak desakan konsep global yang kemudian mempengaruhi budaya dan perilaku perdagangan adalah faktor lain yang juga mempengaruhi tingkat aplikasi e-commerce tetapi infrastruktur teknologi informasi memang menjadi faktor utama yang berpengaruh terhadap perkembangan e-commerce, selain faktor – faktor lain yang mempengaruhi perkembangan e-commerce itu sendiri. Perkembangan e-commerce di Indonesia, katanya, belum di aplikasikan secara merata. Maksudnya adalah penggunaan e-commerce dilakukan oleh beberapa pihak atau kalangan saja yang memang terimplikasi oleh desakan – desakan berbagai kepentingan untuk memperlancar kegiatan perdagangan atau bisnis. Masyarakat di Indonesia secara umum belum mengarah pada “e-commerce minded” karna mengacu pada prosentase transaksi jual beli barang – barang kebutuhan dengan menggunakan media elektronik ternyata masih sangat rendah. Hal ini disebabkan selain permasalahan infrastruktur, permasalahan budaya memiliki ekstensi berupa kepercayaan, sistem hukum dan birokrasi jual beli yang dianggap rumit sebagai faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan aplikasi e-commerce oleh masyarakat Indonesia. Kembali ke fokus hubungan antara infrastruktur dan perkembangan e-commerce, kini pembangunan infrastruktur internet di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan salah satunya adalah dibangunnya jaringan kabel sideroptic yang merupakan media dengan akses tercepat dalam hal jaringan teknologi informasi atau pengiriman data.
Dengan dukungan infrastruktur yang baik yang diarahkan pada upaya pengaplikasian e-commerce sebagai metode perdagangan baru maka dalam kajian e-commerce ini akan memberikan beberapa peluang. Diantaranya :
Ø Generasi muda Indonesia cepat menyesuaikan diri.
Ø Tingkat pendidikan terus meningkat.
Ø Meningkatnya kesadaran bahwa e-commerce/internet dapat membuka pasar dan jasa baru, meningkatkan efisiensi, dan memotong birokrasi.
Ø Mulai dipikirkannya perangkat hukum yang mendukung berkembangnya e-commerce dan internet.
Untuk menjalankan e-commerce, dibutuhkan tingkat keamanan yang dapat diterima. Salah satu cara untuk meningkatkan keamanan adalah dengan menggunakan teknologi kriptografi, yaitu antara lain dengan menggunakan enkripsi untuk mengacak data. Salah satu metode yang mulai umum digunakan adalah pengamanan informasi dengan menggunakan public key system. Sistem lain yang bisa digunakan adalah private key system. Infrastruktur yang dibentuk oleh sistem pubilc key ini disebut Public Key Infrastructure (PKI), atau Infratsruktur Kunci Publik (IKP), dimana kunci publik dapat dikelola untuk penggunaan yang tersebar (di seluruh dunia).
Prasyarat berkembangnya e-commerce dan Internet :
Ø Adanya infrastruktur informasi yang kuat dan handal : tersedianya akses telekomunikasi untuk sebagian besar penduduk.
Ø Adanya kepercayaan akan ekonomi berbasiskan digital : keamanan, kerahasiaan pribadi (privacy), perlindungan konsumen.
Ø Adanya aturan pasar yang jelas : perangkat hukum, perpajakan, perlindungan HAKI.
Ø Adanya SDM yang mampu menggunakan kesempatan dan memanfaatkan kesempatan yang ditimbulkan oleh fenomena baru ini.
Hambatan Perkembangan E-commerce/Internet di Indonesia :
Ø Upaya pengembangan e-commerce terpecah – pecah tanpa peta yang jelas tentang siapa yang melakukan apa.
Ø Infrastruktur Informasi tidak memadai.
Ø Kurangnya SDM yang berkualitas.
Ø Harga Hardware/software masih cukup tinggi.
Ø Faktor keamanan belum mendukung.
Ø Kemampuan bahasa Inggris sangat kurang.
Ø Masalah budaya.
Sebagai gambaran mengenai peluang – peluang yang diciptakan e-commerce ada salah satu indikator yang dapat ditinjau yaitu :
Dampak e-commerce/internet terhadap UKM (studi kasus : IWAPI)
Ø IWAPI mempunyai 15.000 anggota di 26 provinsi dengan berbagai ukuran usaha (di lihat dari aset – di luar tanah dan gedung):
- 82% Usaha Kecil, aset : Rp. 5 – 50 juta.
- 15% Usaha Menengah, aset : Rp. 50 – 500 juta.
- 3% Usaha Besar, aset : > Rp. 500 juta.
Ø Kurang dari 10% yang menggunakan Internet walaupun hampir 50% telah memakai PC.
Ø Orientasi pasar :
- Lokal : 75%
- Nasional : 16%
- Internasional/Ekspor : 9%
(terutama di Jakarta, Bandung, Denpasar, Solo dan Yogyakarta)
Ø E-commerce/Internet merupakan fenomena baru, namun anggota yang berorientasi ekspor telah memanfaatkannya.
Ø E-commerce/Internet merupakan fenomena baru, namun anggota yang berorientasi ekspor telah memanfaatkannya.
Peran Warnet dalam membantu UKM :
Ø Warnet membuka peluang UKM terhadap akses pasar.
Ø Warnet memperluas akses UKM terhadap Internet.
Ø Warnet dapat dikembangkan menjadi Balai Informasi Masyarakat yang menyediakan jasa – jasa tambahan seperti : pembuatan website, pemberian alamat email, dsb.
Hukum di Indonesia
Saat ini Indonesia belum memiliki perangkat hukum yang mengakomodasi perkembangan e-commerce. Padahal perantara hukum merupakan salah satu ornamen utama dalam bisnis. Dengan tiadanya regulasi khusus yang mengatur perjanjian virtual, maka secara otomatis perjanjian – perjanjian di internet tersebut akan diatur oleh hukum perjanjian non elektronik yang berlaku. Hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak berdasarkan pasal 1338 KUHPerd. Asas ini memberi kebebasan kepada para pihak yang sepakat untuk membentuk suatu perjanjian untuk menentukan sendiri bentuk serta isi suatu perjanjian. Dengan demikian para pihak yang membuat perjanjian dapat mengatur sendiri hubungan hukum diantara mereka.
Permasalahan Hukum E-commerce
e-commerce merupakan model perjanjian jual – beli dengan karakteristik dan aksentuasi yang berbeda dengan model transaksi jual – beli konvensional, apalagi dengan daya jangkau yang tidak hanya lokal tapi juga bersifat global. Adaptasi secara langsung ketentuan jual – beli konvensional akan kurang tepat dan tidak sesuai dengan konteks e-commerce. Oleh karena itu perlu analisis apakah ketentuan hukum yang ada dalam KUHPerd dan KUHD sudah cukup relevan dan akomodatif dengan hakekat e-commerce atau perlu regulasi khusus yang mengatur tentang e-commerce. Beberapa permasalahan hukum yang muncul dalam aktivitas e-commerce, antara lain :
Ø Otentikasi subyek hukum yang membuat transaksi melalui internet;
Ø Saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum;
Ø Obyek transaksi yang diperjualbelikan;
Ø Mekanisme peralihan hak;
Ø Hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam transaksi baik penjual, pembeli, maupun para pendukung seperti perbankan, internet service provider (ISP), dan lain – lain;
Ø Legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tangan digital sebagai alat bukti;
Ø Mekanisme penyelesaian sengketa;
Ø Pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian sengketa.
Perlindungan Kepentingan Konsumen
Ada beberapa permasalahan terhadap konsumen yang dapat disoroti akibat tidak jelasnya hubungan hukum dalam transakti e-commerce :
Pertama, mengenai penggunaan klausul baku. Sebagaimana kita ketahui, dalam kebanyakan transaksi di cyberspace ini, konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tinggal meng-click icon yang menandakan persetujuannya atas apa yang dikemukakan produsen di website-nya, tanpa adanya posisi yang cukup fair bagi konsumen untuk menentukan isi klausul.
Kedua, bagaimana penyelesaian sengketa yang timbul. Para pihak dapat saja berada pada yurisdiksi peradilan di negara yang berbeda. Sementara perdebatan mengenai yurisdiksi penyelesaian sengketa e-commerce ini tampaknya masih akan cukup panjang, selama masa penentuan saat terjadi dan di mana terjadinya perjanjian e-commerce masih terus menjadi perdebatan pula.
Selain itu, diperlukan pula suatu sistem dan mekanisme penyelesaian sengketa khusus untuk transaksi – transaksi e-commerce yang efektif dan murah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar